Mendengarkan itu Bijak


Mengerti apa yang kamu bicarakan adalah suatu kelegaan bagi naluri seorang sahabat yang baik. Seperti yang kamu semua tahu, bahwa banyak sekali masalah yang bisa terjadi hanya karena kesalahpahaman dalam mengartikan apa yang dibicarakan temen kita. Bicara A diartikan ke Z, sering cerita tentang keluarga, diartikan kita tidak pernah peduli sama dia. Ngasih tahu masalah halal haram ke temen yang beda agama, dikira kita sok suci. Cerita tentang pacar, diartikan tidak mengerti perasaan menjadi seorang jomblo. Ujung-ujungnya bentrok, ujung-ujungnya rame, berantem, bahkan bisa saja saling bunuh.
Banyak orang bilang, bahwa banyak mendengarkan akan lebih mengarahkan kita kepada kepahaman. Mendengarkan yang dimaksudkan adalah listen outside dan listen inside. Jika keduanya dijalankan dengan benar, maka sikap memahami, dan empati akan timbul. Namun jika hanya ada 1 arah dari proses  listening itu, akan timbul ketidakbaikan. Mendengarkan adalah sikap bijak untuk menuju kerukunan. Karena dengan mendengarkan akan memunculkan sikap saling memahami dan sikap saling mengerti, peduli, simpati, bahkan empati.
Aku dan kamu semua pastilah mengerti, di masa-masa muda seperti saat kita sekarang ini, sosok teman dan sahabat yang baik sangatlah kita butuhkan. Menghilangkannya itu berarti menghilangkan sebuah link yang sangat penting dalam bagian hidup kita. Sobat la8pansku, bahkan kita akan menjadi benar-benar terlalu apabila kita meninggalkan dengan sengaja sahabat kita.
So listen your friend sobat la8pansku !

Analogi Perjalan ke arah Tujuan

         Secercah harapan membelalak di depan mata. Andai kau tahu, betapa harapan itu kian memabukkanku. Aku terus berjalan dengan arah yang jelas di sini. Aku akan beristirahat sebentar dikala saraf otot kakiku mengeras, akan berhenti untuk beberapa menit mencari beberapa asupan energi untuk melanjutkan perjalanan dengan kecepatan maksimum. Atau kau bisa menganggap aku tak berjalan, iya kau bisa anggap aku berlari menjemput sebuah kepastian.
         Seperti kalian yang sedang membaca ini, kalian pasti tak mampu berlari hanya dengan bertelanjang kaki, begitupun dengan diriku. Aku berlari dengan sepatu atau terkadang dengan sandal seadanya. Aku tak mau kelak jika kelak aku tiba tepat di penantian, kakiku terluka, dan berdarah sia-sia, ingin tetap ada di dalam kesehatan yang telah di anugerahkan Tuhan kepadaku. Aku tak mau mengambil asal kata yang mengatakan bahwa SAKIT adalah PENGHAPUS DOSA. Aku percaya dengan itu, namun menurutku, betapa bodohnya aku, jika aku menyengajakan diri untuk tidak bersandal ataupun bersepatu hanya demi sebuah penghapusan dosa. Bukankah lebih mulia di sisiNya apabila kita menghapus dosa dengan cara yang fair, yakni dengan ilmu kita, dengan usaha kita.
          Selangkah demi selangkah aku lalui 100 meter itu. Meter demi meter aku lalui pula kilometer itu, Kilometer demi kilometer aku susuri bermil-mil tujuan yang begitu jelas. Kejelasan itu membuatku tak merasa rugi dan ragu. Berjuta-juta mil aku berlari, kuiringi dengan berjalan dan istirahat silih berganti membuatku sampai ke penjuru dunia, sampai pada tujuan terakhirku. Kau mengerti? betapa indah apa yang aku tuju, betapa leganya teka-teki dalam benakku mengenai tujuanku, betapa hebatnya melebihi apa yang selama ini aku angankan. Kau tahu? di luar apa yang aku usahakan, ada jalanan aspal yang diberikan Tuhan, ada jalanan berbatu yang diberikan Tuhan, ada pasir lembut yang diberikan Tuhan, ada rerumputan yang diberikan Tuhan, dan ada arah yang diberikan Tuhan.
            Aku tak kuasa jika aku tak bersama yang Maha Kuasa, aku tak kan mengerti jika tak bersama yang Maha Mengerti, aku tak kan berakhir jika tak bersamayang Maha Mengakhiri.